Namanya Rina. Mungkin kau mengenalnya. Ia seorang gadis yang biasa-biasa saja. Tak cantik. Tak juga pintar.
Namanya Rina. Ia datang dari keluarga yang sederhana – tak kaya, tak juga miskin. Ia menghabiskan sebagian waktunya di kampus kelas menengah. Temannya tak banyak. Ia tak suka jalan-jalan.
Namanya Rina. Ia tak minta banyak. Baginya, melewati hari ini tanpa banyak masalah sudah cukup. Bukannya ia tidak berusaha. Memang segitulah kemampuannya. Memang begitulah takdirnya. Tapi ia tak apa-apa. Ia tak merasa perlu dikenal banyak orang. Ia tak pernah haus pujian.
Namanya Rina. Mungkin juga kau tak mengenalinya. Ia adalah satu dari sekian yang sudah berusaha, namun merasa cukup dengan apa yang harus menjadi perannya. Ada, namun tak dirasakan kehadirannya. Karena yang hadir bagi kau dan aku adalah mereka yang berparas menarik. Atau mereka yang punya prestasi tinggi. Atau juga mereka yang serba aktif dengan organisasi, demonstrasi, dan ciri khas lain dari mahasiswa terkini. Merekalah yang dapat membuat kau dan aku berdecak kagum. Mereka juga yang dapat membuat kau dan aku iri, mendengki, hingga melupakan peran dan potensi diri.
Namanya Rina. Mungkin kau dan aku bahkan tak sadar bahwa ia ada. Dan bahwa banyak orang yang sepertinya, yang rata-rata saja. Yang sanggup melihat kelebihan orang lain dan menjalani peran mereka apa adanya. Yaitu sebagai komponen pembanding. Sebagai nilai rata-rata yang memberikan orang lain kesempatan untuk menjadi yang terbaik. Akan tetapi, yang terbaik hanya ada karena ada mereka yang ditakdirkan menjadi biasa-biasa saja.
Ada banyak orang seperti Rina, yang berada di dekat kau dan aku. Mungkin kita berpapasan dengannya setiap hari. Mungkin ialah salah satu yang berdecak kagum melihatmu dan melihatku, tanpa mengharapkan apa-apa darimu, dariku, ataupun orang lain. Maka ketika kau dan aku berhasil menjadi yang terbaik, ingatlah bahwa pasti akan ada orang-orang seperti Rina dibelakangmu dan dibelakangku.
Namanya Rina. Ia datang dari keluarga yang sederhana – tak kaya, tak juga miskin. Ia menghabiskan sebagian waktunya di kampus kelas menengah. Temannya tak banyak. Ia tak suka jalan-jalan.
Namanya Rina. Ia tak minta banyak. Baginya, melewati hari ini tanpa banyak masalah sudah cukup. Bukannya ia tidak berusaha. Memang segitulah kemampuannya. Memang begitulah takdirnya. Tapi ia tak apa-apa. Ia tak merasa perlu dikenal banyak orang. Ia tak pernah haus pujian.
Namanya Rina. Mungkin juga kau tak mengenalinya. Ia adalah satu dari sekian yang sudah berusaha, namun merasa cukup dengan apa yang harus menjadi perannya. Ada, namun tak dirasakan kehadirannya. Karena yang hadir bagi kau dan aku adalah mereka yang berparas menarik. Atau mereka yang punya prestasi tinggi. Atau juga mereka yang serba aktif dengan organisasi, demonstrasi, dan ciri khas lain dari mahasiswa terkini. Merekalah yang dapat membuat kau dan aku berdecak kagum. Mereka juga yang dapat membuat kau dan aku iri, mendengki, hingga melupakan peran dan potensi diri.
Namanya Rina. Mungkin kau dan aku bahkan tak sadar bahwa ia ada. Dan bahwa banyak orang yang sepertinya, yang rata-rata saja. Yang sanggup melihat kelebihan orang lain dan menjalani peran mereka apa adanya. Yaitu sebagai komponen pembanding. Sebagai nilai rata-rata yang memberikan orang lain kesempatan untuk menjadi yang terbaik. Akan tetapi, yang terbaik hanya ada karena ada mereka yang ditakdirkan menjadi biasa-biasa saja.
Ada banyak orang seperti Rina, yang berada di dekat kau dan aku. Mungkin kita berpapasan dengannya setiap hari. Mungkin ialah salah satu yang berdecak kagum melihatmu dan melihatku, tanpa mengharapkan apa-apa darimu, dariku, ataupun orang lain. Maka ketika kau dan aku berhasil menjadi yang terbaik, ingatlah bahwa pasti akan ada orang-orang seperti Rina dibelakangmu dan dibelakangku.
(September 23, 2009)
wah,, salam kenal sesama anak jurangmangu.. ^^
ReplyDeletesalam kenal juga^^ thx for visiting
ReplyDelete